Word Food Day, Our Actions are Our Future, A Zero Hunger World by 2030 is possible

Persoalan pangan hingga saat ini terus menjadi masalah yang tak kunjung tuntas. Julukan sebagai lumbung pangan yang disematkan pada negeri ini juga tak menggaransi Indonesia terbebas dari krisis pangan. Meskipun terus mengalami kemajuan dari tahun ke tahun, hingga saat ini ketahanan pangan Indonesia masih tergolong rendah paling tidak menurut Global Food Security Index, Indonesia berada di rangking 65 dengan skor 54,8. Dengan pencapaian tersebut sesungguhnya masih banyak ruang yang bisa kita lakukan untuk memperbaiki ketahanan pangan kita karena segala sumberdaya yang diperlukan untuk ini sesungguhnya tersedia di negeri ini.

Sebagaimana kita ketahui, ketahanan pangan suatu negara diukur melalui tiga parameter yaitu ketersediaan pangan, keterjangkauan pangan serta kualitas dan keamanan pangan, di ketiganya mestinya bisa kita perbaiki. Dalam ketersediaan pangan, tanah kita luas dan relatif subur. Sungguh ironi bila ketahanan pangan terbaik di dunia justru di negeri tetangga kita yaitu Singapore yang nyaris tidak ada lahan untuk ditanami tanaman pangan. Apakah Singapore dengan mudah mencapainya karena penduduknya sedikit? Bisa jadi demikian. Tampak jelas, masalah peningkatan kebutuhan pangan karena penduduk dunia dan konsumsi per kapita meningkat belum teratasi. Penduduk dunia menurut Siswono (2012), akan bertambah satu milyar setiap 10 tahun dan akan menjadi masalah dunia. Jika penduduk dunia pada tahun 2012 sekitar 7 milyar jiwa, maka pada tahun 2022 diperkirakan penduduk dunia sekitar 8 milyar jiwa. Kembali ke masalah dalam negeri, kondisi pangan Indonesia kedepan menjadi rawan karena pertumbuhan pentumbuhan penduduk 1,3 persen/tahun (BPS, 2010). Pertumbuhan ekonomi Indonesia juga merupakan salah satu penyumbang defisit pangan selain pertambahan penduduk. Dengan meningkatnya kesejahteraan maka masyarakat Indoesia khususnya pada masyarakat menengah ke atas menuntut pangan yang lebih banyak dan berkualitas. Naiknya pendapatan masyarakat akan menaikkan jumlah konsumsi bahan pangan dan turunannya. Misalnya pendapatan pada masyarakat kelas menengah yang awalnya hanya digunakan untuk memenuhi kebutuhan pokok, dengan naiknya pendapatan maka akan mengubah pola konsumsi mereka dengan menaikkan pengeluaran sekunder untuk pangan olahan seperti mie, pasta, kue, roti, makanan ringan, aneka kudapan, syrup, minuman dan pangan olahan lainnya. 

Faktor penyebab lainnya selain pertumbuhan penduduk, konversi lahan pertanian, alih teknologi, pertumbuhan ekonomi dan serangan hama penyakit, gaya konsumsi juga sangat mempengaruhi ketersediaan pangan saat ini. Gaya konsumsi masyarakat yang kurang baik akan menghasilkan food waste yang membuang makanan begitu saja. Berdasarkan studi The Economist Intelligece unit pada tahun 2016 menempatkan Indonesia berada posisi kedua yang memproduksi sampah makanan terbesar di dunia, ini dipengaruhi oleh lifestyle masyarakat Indonesia dan rendahnya kesadaran masyarakat untuk menghabiskan makanan dipiring dan biasanya rata-rata menyisakan hampir sepertiga dari makanan yang dikonsumsi dan dibuang menjadi sampah. Dengan jumlah penduduk sekitar 250 juta jiwa, kalau kebutuhan pangan masyarakat Indonesia sebesar 190 juta ton per tahun maka ada sekitar 13 juta ton makanan di Indonesia dibuang sia-sia setiap tahun. Padahal jumlah tersebut sama dengan kebutuhan makan 11 persen penduduk Indonesia atau sekitar 28 juta jiwa yang tertangani kebutuhan pangannya. Selain pola konsumsi yang buruk proses produksi hingga distribusi makanan harus dibuang sebelum sampai di tangan konsumen. Hal ini dipengaruhi oleh kondisi wilayah Indonesia yang jarak antar pulaunya cukup jauh. Jarak pendistribusian dan pengolahan pasca panen yang kurang baik menyebabkan banyak makanan harus tertahan cukup lma saat di perjalanan dan membuat kualtitasnya rusak sebelum sampai ke tangan konsumen. Krisis pangan yang akan mengancam negeri ini akan menjadi bom waktu jika tidak ditangani secara komprehensif.

Selain Indoneseia ada juga negeri yang sangat besar, jauh lebih besar dari kita yaitu China yang memiliki ketahanan pangan yang jauh lebih baik dari kita, sedangkan buminya juga tidak lebih subur dari kita. Mengapa demikian? Maka kita harus mau belajar dari Singapore maupun China untuk masalah ketahanan pangan ini. Dalam berbagai artikel para penggiat pangan dari dua negara tersebut yang nampak sekali adalah kekhawatiran mereka akan ketahanan pangan ini di negeri mereka. Kekhawatiran inilah yang mendorong mereka untuk berbuat maksimal mengatasi ketahanan pangan mereka dengan seluruh sumberdaya yang dimiliki. Singapore khawatir ketahanan pangannya karena tiadanya lahan untuk menanam, maka mereka menempuh berbagai cara untuk mengamankan pangannya dalam jangka panjang. China kekhawatirannya didorong oleh penduduknya yang amat sangat banyak, maka mereka pun berjuang habis-habisan untuk make sure pangan tersedia cukup bagi negeri yang berpenduduk lebih dari 20% penduduk dunia itu.

Di lain pihak kita sejak kecil di nina bobokkan dengan bumi kita yang “tongkat dan batu pun jadi tanaman” sehingga kita tidak cukup kuat untuk bekerja keras membangun ketahanan pangan ini. Lantas bagaimana kita bisa memotivasi penduduk negeri ini agar kita mau bekerja ekstra keras melebihi penduduk negeri-negeri yang saya jadikan sebagai contoh memiliki ketahanan pangan yang baik tersebut diatas?

Pelajaran terbaik tentu ada pada petunjuk dari Dia Sang Pencipta kita, Dia sudah memberikan tuntunan yang amat sangat detail untuk ketahanan pangan ini di Al Qur’an. Berbagai reward and punishment disebutkan didalam Al Qur’an yang terkait dengan pangan ini. Bahkan sistem reward and punishment ini bahkan jauh lebih baik dari yang memotivasi penduduk negeri Singapore dan China untuk membangunketahanan pangannya.

Di Dalam Al Qur’an petunjuk itu dilengkapi dengan sangat detail untuk pelaksanaannya dan sangat dekat dengan kehidupan kita sehari-hari. Untuk reward bagi orang-orang yang mau bekerja ekstra keras menempuh jalan yang mendaki lagi sulit demi untuk bisa memberi makan orang lain misalnya, Allah akan masukkan orang-orang seperti ini menjadi golongan kanan (QS 90: 11-18). Kalau janji berupa reward sebagai golongan kanan ini belum cukup untuk menggerakkan kita untuk memberi makan ini, maka ancaman-Nya yang sangat serius bisa menjadi pendorong kita untuk bersegera bekerja keras membangun ketahanan pangan ini. Diamnya kita dan tidak acuhnya kita sehingga tidak mau menganjurkan untuk memberi makan ini saja sudah membuat stampel buruk pada diri kita sebagai pendusta agama (QS 107: 1-3). Bahkan kedudukan orang yang tidak peduli terhadap kebutuhan makan orang lain ini menempatkan kedudukan orang tersebut sama dengan orang yang tidak shalat (QS 74: 42-44). Indahnya petunjukNya itu bukan hanya sekedar membangkitkan semangat kita untuk bekerja keras membangun ketahanan pangan ini dengan reward and punishment tetapi dia juga memberi petunjuk yang sangat detail-how to do it bagi kita yang hidup di negeri yang sangat subur ini.

Bahkan ada dua surat di Al Qur’an yang menggambarkan negeri seperti yang kita miliki ini. Pertama di surat An Naba Allah menggambarkan negeri yang sangat subur ini adalah negeri yang mendapatkan sinar matahari yang sangat terang dan hujan yang sangat lebat (QS 78: 13-16). Senada dengan ini ada dalam surat Abasa yang menggambarkan bumi yang sangat subur dengan segala macam tanaman yang komplit tumbuh digambarkan sebagai negeri yang dicurahi hujan dan negeri yang tanahnya subur (QS 80: 25-32). Dengan gambaran di surat An Naba dan surat Abasa tersebut coba kita renungkan negeri mana yang seperti ini?

Di negeri-negeri Arab dan Afrika mereka mempunyai sinar matahari yang terang tetapi hujannya sangat sedikit dan tanahnya tidak subur. Di negeri-negeri Eropa dan Amerika Utara tanah mereka relatif subur tetapi penyinaran matahari tidak sepanjang tahun. Jadi poinnya adalah dengan negeri yang begitu subur, memenuhi syarat untuk semua jenis tanaman tumbuh mestinya negeri ini menjadi sumber ketahanan pangan bukan hanya bagi penduduk negeri kita sendiri tetapi kita harus bisa membangun ketahanan pangan untuk diri kita sendiri dan penduduk negeri-negeri lain yang alamnya tidak seberuntung kita.

Lantas darimana kita memulainya? Pertama tentu menyadarkan kita bahwa urusan ketahanan pangan atau dalam bahasa Al Qur’an nya memberi makan ini adalah benar-benar urusan kita apapun pekerjaan kita dan profesi kita, kita semua terkena kewajiban memberi makan ini. Ini bukan hanya tugas bagi para petani atau pekerjaan lain yang terkait pertanian, pemerintah dan atau pemangku kepentingan tetapi tugas kita semua. Hal sederhana adalah mulai dari diri sendiri, mulai dari hal-hal yang kecil, dan dimulai saat ini. Hal kecil dari diri sendiri yakni dari meja makan kita masing-masing dengan mengambil sesuai porsi tidak menyisakan makanan yang dimakan atau mengurangi perilaku mubazir. Sebagaimana yang dianjurkan bahwa kita senantiasa mengisi makanan sepertiga, air sepertiga dan udara sepertiga. Selain itu juga membiasakan diri memulai membagikan makanan kepada tetangga, hal ini selain mempererat hubungan silaturahim juga menghindari makanan sisa yang disimpan semalaman pada ujungnya berakhir di tempat sampah karena basi. Harus melekat pada diri kita tanggungjawab besar bahwa kita di vonis oleh Allah belum melaksanakan perintahnya sebelum kita memperhatikan urusan pangan ini (QS 80: 23-24).  

Setelah kita menyadari peran ini kita bisa mencari berbagai jalan agar kita terlibat dalam kegiatan memberi pangan ini. Kalau kita bisa “menanam sendiri” itu tentu yang terbaik, kalau tidak minimal kita mau ikut memikirkan dan mendorong orang lain untuk terlibat dalam kegiatan pengadaan ini. Syukur-syukur kita juga bisa mendanainya. Bila kita berhasil membangun kesadaran untuk memberi makan ini kepada mayoritas penduduk negeri ini, InsyaAllah kita akan bisa membangun ketahanan pangan yang bahkan bisa lebih baik dari Singapore maupun China tersebut diatas. InsyaAllah kita bisa. Akhir kata kami mengucapkan selamat Hari Pangan Sedunia semoga perayaan hari pangan sedunia hari ini tidak hanya sekedar seremonial semata tetapi menjadi warning bagi seluruh stakeholder akan pentingnya manjemen pangan yang lebih baik di masa depan dan menjadi tanggung jawab kita yang berpijak diatas muka bumi atas manusia lainnya saat ini dimanapun kita berada. 

Komentar

Postingan Populer